26 November 2010

KOLAM


Judul: Kolam
Pengarang: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: Editum
Tebal halaman: 120 hlm

Dari sejak awal buku ini diterbitkan, aku sudah sangat menginginkannya. Apalagi setelah membaca beberapa puisi di dalamnya yang ditulis dalam beberapa blog. Jadi sungguh sangat ingin, hingga terbayang bayang. Tapi apa daya, ternyata buku ini sangat sulit didapat. Di berbagai toko buku terkemuka tak kutemukan, di toko buku online pun aku tak berhasil mendapatkannya. Entah karena memang berjodoh dan memang rejekiku, tanpa dinyana nyana, suamiku yang sedang jalan jalan ke suatu pameran menemukannya. Wow, bersuka citalah aku hingga rasanya ingin melompat. Dan memang benar, begitu aku membacanya, kesimpulanku : aku sungguh sangat menyukai buku ini!! Sebanding dengan sulitnya mendapatkan buku ini.

Buku ini terbagi menjadi 3 bagian: Buku Satu, Buku Dua, dan Buku Tiga. Isinya unik dengan beragam tema seperti biasa. Tema tema sederhana yang dikemas dalam bentuk yang indah, tema hidup keseharian, tema alam, tema yang menurut kita unik untuk dijadikan sebuah puisi. Tapi jadi indah, sangat indah. Ada juga beberapa puisi yang seolah berisi dialog. Emm, bukan dialog sebenarnya, karena orang kedua hanya menimpali kalimat orang pertama, yang biasanya bertindak sebagai aku. Misalnya dalam puisi yang ke 32, ‘SONET 11’.

Terima kasih, kartupos bergambar yang kau kirim dari Yogya
sudah sampai kemarin. Tapi aku tak pernah kirim apapun,
kau tahu itu. Aku sedang kena macet, Jakarta tetap seperti
yang dulu juga
ketika suatu sore buru-buru kau kuantar ke stasiun.

Tapi aku tak sempat menulis apa pun akhir-akhir ini.
Kubayangkan kau kubonceng sepeda sepanjang
Lempuyangan
berhenti di warung bakso seberang kampus yang sepi.
Kau masih seperti dulu rupanya, menyayangiku? Bayangkan

kalau nanti kita ke sana lagi! Di kartu pos itu ada jalan
berkelok, bermuara di sebuah taman tua tempat kita nyasar
melukiskan hutan, sawah, kebun buah, dan taman
yang ingin kita lewati: gelas yang tak pernah penuh.
Hahaha, dasar!

Aku suka membayangkan kartu pos itu memuat gambarmu,
residu dari berapa juta helaan dan hembusan napasku dulu


Ada juga yang seperti sebuah cerita, menggambarkan sebuah kejadian hingga kita membayangkannya, tapi meski begitu, tetaplah puisi. Misalnya yang judulnya ‘Waktu Ada Kecelakaan’.

Ada kecelakaan kecil di depan gerbang kompleks, motor sama motor. Ada gerimis yang membasahi jalan, kendaraan, dan orang-orang yang naik motor sendirian atau boncengan. Ada dua orang satpam yang tumben keluar dari gardunya membantu menyingkirkan motor ke pinggir. Ada burung yang mencicit di rimbunan daun pohon cengkeh, yang tidak pernah berbunga, yang berjajar di sepanjang pagar kompleks ini. Kamu lagi di mana? Ada beberapa pengendara motor lain yang berhenti dan bertanya ini itu lalu buru-buru pergi lagi. Kamu ngapain di situ? Ada suara penyiar yang membaca berita hangat di televise yang nyala terus siang malam tanpa ada yang menonton di dalam gardu satpam.
Ada aku.

Karena temanya beragam, jadi seru membacanya. Semua hal yang tadinya sederhana, setelah membaca dalam bentuk puisinya menjadi indah dan kita pikirkan. Padahal tadinya tak terpikir sama sekali. Asyik sekali rasanya membaca buku kumpulan puisi ini, nggak membosankan. Puisi yang khas SDD juga masih tetap ada, tapi sebenarnya semuanya khas SDD :D

Ketika Penghujan Tiba

Ketika penghujan tiba
Pohon-pohon mengenang
Matahari kemarau
Dengan melantunkan
Zikir kabut dan azan gerimis
Dan gumam lembab dan geludug
:
Ketika penghujan tiba
Pohon-pohon sibuk merawat
Anak-anaknya.

Buat yang suka SDD dan tertarik memilikinya, silakan berburu buku ini!

No comments: