23 March 2011

Peluk, Mama!



Sejak anakku, raditya (2,5), lahir, aku berhenti bekerja karena ingin merawatnya sendiri, aku tak bisa mempercayakan pengasuhannya pada orang lain. Karena aku juga ingin memberinya asi eksklusif. Saat usia 6 bulan, dia mulai mendapatkan makanan pendamping dan sedikit susu formula. Karena itu aku berencana untuk menghentikan pemberian asi maksimal nanti saat dia berusia 2 tahun.
Menginjak usia 1 tahun, susu formula yang diminumnya sudah bertambah banyak. Di samping itu, dia juga sudah mulai mengkonsumsi berbagai jenis makanan untuk kecukupan gizinya. Hanya saja, raditya tergolong susah makan, karena itu aku merasa belum tega untuk menghentikan pemberian asi. Aku pikir, mungkin nanti saat usianya 1,5 tahun akan kucoba pelan-pelan. Raditya juga ketergantungan pada asi, karena dia selalu minum asi sebelum tidur. Hal inilah yang membuatku bingung, tentang bagaimana cara menghentikannya. Apakah akan sulit atau tidak. Juga pertanyaan-pertanyaan lain seperti apakah nanti dia bisa tidur kalau aku tidak memberinya asi lagi. atau Apakah akan berpengaruh secara psikologis atau tidak, karena saat dia menangis atau merasa tidak tenang, aku sering menenangkannya dengan memberinya asi.
Saat usianya 1,5 tahun lebih, aku mulai membulatkan tekad untuk menghentikan pemberian asi. Tapi aku ingin menggunakan cara-cara halus, yang bisa dipahaminya. Banyak juga saudara dan teman yang menyarankan untuk menyapihnya dengan cara memberi jamu pada putting biar terasa pahit, atau memberi lipstick merah pada putting dan berpura-pura payudaranya sakit. Aku merasa cara-cara itu kurang sesuai, jadi seperti menipu anakku sendiri dan mungkin bisa menyebabkannya merasa bersalah karena membuat mamanya sakit. Selain itu, pernah kubaca juga dari beberapa majalah dan literatur tentang batita, cara seperti itu kurang bagus untuk psikologis anak. Lebih baik anak diberi pengertian tentang sudah saatnya tidak minum asi. Jadi mulailah aku sering bercerita padanya tentang anak, dan juga orang dewasa yang sudah makan buah, sayur, nasi, lauk pauk dan minum susu, tidak perlu lagi minum asi. Aku mencontohkannya dengan diriku, mamanya dan juga ayahnya yang sudah tidak minum asi lagi karena sudah makan macam-macam seperti raditya. Aku juga bercerita tentang sepupunya yang lebih muda dari dia, tapi sudah tidak minum asi. Pelan-pelan kujelaskan kenapa kalau sudah besar tidak perlu minum asi lagi. Tentu saja dengan bahasa sederhana yang dia mengerti, dan dengan cara yang tidak membuatnya bosan. Dan dia tampak berusaha memahami penjelasan dan ceritaku. Sampai dengan saat aku berusaha menjelaskan hal itu, di otakku masih belum terpikirkan bagaimana caranya dia tidur kalau sudah tidak minum asi, karena selama ini dia harus tidur dengan asi. Hal ini sebenarnya kesalahanku, yang selalu menidurkannya dengan cara memberinya asi sebelum tidur. Seandainya sejak awal aku tidak melakukan ini, mungkin akan lebih mudah bagi aku untuk menyapihnya.
Setelah cerita dan penjelasanku kepada raditya selama beberapa bulan, tibalah saatnya bagiku untuk mencoba menghentikan pemberian asi sama sekali, karena dia sudah menginjak usia 2 tahun. Sebelumnya aku sudah mengurangi asi untuknya, dengan hanya memberinya asi 2 kali sehari, yaitu saat akan tidur siang dan saat akan tidur malam. Dan hal itu tampaknya tidak ada masalah bagi dia, karena konsumsi makanan dan susu formulanya juga sudah mulai bertambah, sebanding dengan usianya..
Awalnya aku mencoba sehari untuk tidak memberinya asi. Dan seperti yang kuduga, yang menjadi masalah adalah saat dia akan tidur, dia rewel dan tampak kebingungan. Perlahan sebelum tidur, aku bercerita tentang anak yang tidak minum asi lagi. Kemudian aku membacakan buku untuknya, lalu menyanyi nyanyian tidur. Tetapi tampaknya usahaku ini kurang berhasil, karena hampir 2 jam setelah masuk kamar dia tidak kunjung tidur. Akhirnya dia tertidur sendiri karena kelelahan. Aku sudah berhasil tidak memberinya asi selama sehari. Hari berikutnya aku memberinya asi lagi, tapi kali ini hanya saat malam hari. Beberapa hari berlangsung seperti itu, jadi aku hanya berusaha saat siang hari dengan berbagai cara untuk membuatnya tidur. Sementara itu aku mulai berusaha lagi untuk menghentikan pemberian asi. Beberapa kali berhasil, beberapa kali gagal juga. Pernah suatu ketika aku berhasil membuat dia tidak minum asi selama 3 hari berturut-turut, tapi saat hari keempat tiba-tiba dia terserang panas tinggi. Aku jadi khawatir dan kembali memberinya asi. Entah memang kondisi tubuhnya yang sedang menurun atau karena faktor psikologis. Selama kurang lebih 2 minggu aku kembali memberinya asi. Lalu aku kembali berusaha menyapihnya. Dan seperti sebelumnya beberapa kali berhasil, beberapa kali gagal karena dia menangis atau rewel.
Selama kurang lebih 3 bulan aku terus mencoba menyapihnya. Aku hampir saja putus asa, karena lelah dan tidak tega melihatnya. Tetapi suamiku terus mendukungku, kadang dia yang berusaha menidurkan raditya, meski terlihat kerepotan juga. Sementara aku mengasingkan diri di kamar lain agar dia tidak teringat untuk minum asi.
Dari beberapa hari saat dia tidak minum asi, tampaknya raditya mulai mencoba mencari cara sendiri untuk bisa tidur. Selain minta dibacakan buku cerita sebelum tidur, dia juga berusaha mengajak ngobrol, atau menanyakan berbagai hal dengan kata-katanya yang sepotong-sepotong. Misalnya bercerita tentang mobil mainannya, bertanya tentang nama suatu benda, belajar berhitung dan lain sebagainya. Aku pikir ada hikmahnya juga, dia jadi bisa mengasah bicaranya dan bisa hafal seluruh isi buku ceritanya. Kadang bukan aku yang bercerita, tapi dia yang menceritakan isi bukunya padaku. Kadang juga dia berkata padaku”mama, lihat ditya!” Maksudnya adalah, aku melihatnya sampai dia tertidur, aku tidak boleh tidur duluan. Lama-lama aku jadi menikmati ritual sebelum tidur yang dilakukannya. Aku bisa menceritakan berbagai hal sebelum tidur, atau menanyakan berbagai hal padanya. Ini membuatku merasa lebih dekat lagi dan lebih memahami anakku.
Akhirnya setelah berbulan-bulan mencoba menyapih raditya, dengan berkali-kali kegagalan dan keberhasilan dan juga dengan berbagai kerepotan dan kesenangan tersendiri, aku berhasil menghentikan pemberian asi pada dia. Dia sudah sama sekali tidak meminum asi saat usianya kurang lebih 2 tahun 2 bulan. Dan dia sama sekali tidak pernah menanyakan tentang asi. Bahkan dia selalu tersipu saat kami menggodanya tentang minum asi. Kata dia “mimik mama kan buat adek bayi, ditya kan udah anak-anak”. Hal ini membuat aku dan suamiku tersenyum-senyum sendiri sekaligus merasa lega.
Hingga saat ini, kurang lebih sudah 4 bulan dia tidak minum asi lagi. dan dia pun sepertinya masih mencari cara yang nyaman untuk bisa tidur. Selain membaca buku, kadang dia membawa mobil mainannya ke dalam kamar, aku membolehkannya dengan janji hanya sebentar bermain mobil. Atau kadang dia loncat-loncatan di atas tempat tidur, meski hanya sebentar.
Suatu malam tiba-tiba setelah berdoa bersamaku dan dia sudah berposisi akan tidur, dia berkata, “mama, lihat ditya! Peluk ditya!” dan aku pun secara otomatis memeluknya dan memandanginya sampai dia tertidur. Hari berikutnya hal ini terulang lagi dan lagi. Kadang dia hanya mengatakan”mama, peluk!” atau “sini, peluk mama!”. Hal ini berlangsung terus selama beberapa hari. Tanpa terasa ini menjadi suatu ritual baru bagi dia sebelum tidur. Jadi saat ini setiap malam sebelum tidur, dia akan selalu minta dipeluk olehku. Dan perlahan dia akan tertidur pulas. Rupanya cara inilah yang dicarinya selama ini. Karena setelah pelukanku ini, dia relatif lebih cepat tertidur.
Aku merasa bahagia sekali, ternyata selama ini yang dicarinya adalah pelukanku sebelum tidur. Aku menyesal kenapa tidak dari dulu aku melakukan itu. Jadi aku tidak perlu repot dan menghabiskan waktu lama dengan membacakannya setumpuk buku (yang kadang malah semakin membuat dia berkonsentrasi dan tidak mengantuk) atau menyanyikan lagu sebelum tidur sampai aku sendiri kelelahan menyanyi (kadang dia malah jadi ikut menyanyi). Saat ini yang kami lakukan saat akan tidur hanya berdoa, lalu mengobrol sebentar dan dia akan meminta dipeluk lalu perlahan tertidur sambil kami saling berpandangan.
Tentang pelukan ini, suamiku juga merasa heran. Pernah suatu saat dia mencobanya. “ditya dipeluk ayah aja ya” kata suamiku, dan tanpa diduga dengan tegas dia menolak “ndak mau, sama mama aja”. Aku jadi tidak enak hati pada suamiku, seolah-olah anakku itu membeda-bedakan antara ayah dan mamanya. Padahal raditya melakukan itu mungkin karena dia lebih merasa nyaman tidur dalam pelukanku, yang memang sehari-hari selalu bersamanya. Tapi suamiku tidak mempermasalahkan hal itu. Karena untuk masalah kedekatan, anakku juga dekat sekali dengan ayahnya. Ada hal-hal tertentu yang dilakukannya hanya saat bersama ayahnya, sementara dia tidak melakukannya denganku. Tampaknya dia sudah bisa membagi sendiri yang mana yang dilakukan dengan mamanya dan yang mana yang dilakukan bersama ayahnya.
Sebagai buah dari usahaku berbulan-bulan untuk menyapihnya, ternyata tidak hanya aku berhasil membuatnya berhenti minum asi, tapi juga aku semakin dekat dan semakin memahami dia, dan yang utama kata-katanya “mama, peluk!” selalu membuatku terngiang dan ingin menidurkannya. Rasanya bahagia sekali. Ternyata kesabaran itu memang membuahkan hasil yang manis.

(aku tulis 3 agustus 2007)

* sebuah kisah klasik waktu menyapih Ditya... jadi terkenang kembali karena harus menyapih Bintang dalam waktu dekat :D

No comments: