04 May 2010

Tentang The Kite Runner


Judul : The Kite Runner
Pengarang : Khaled Hosseini
Tebal Halaman : 490
Penerbit : Qanita (Mizan)

Awalnya dapet rekomendasi dari saudara sepupu, katanya bagus banget. ternyata memang bagus banget. Jadi tahu Afganistan itu seperti apa, betapa indahnya afganistan sebelum masa masa peperangan tak berakhir itu. kisahnya bener bener menyentuh, tapi nggak mengharu biru.
Kisahnya tentang Amir yang telah mengkhianati Hassan, satu-satunya sahabatnya, dan juga ternyata saudaranya. Rasa bersalah ini terus menghantuinya hingga dewasa, meski dia telah tinggal jauh di Amerika. Masa lalu yang telah terkubur dalam iniselalu saja hadir. Dan seperti rapuhnya layang-layang, Amir tak kuasa menahan badai, Amir harus menghadapi kenangannya ini. Hingga akhirnya Amir kembali ke Afganistan untuk mencari Hassan, dan kenyataan yang didapatnya sangatlah berbeda.
Khaleed menggambarkannya dengan rapi dan indah, karakter tokohnya cukup kuat. Membuat aku jadi ingin membaca karya karyanya yang lain. Gaya penceritaannya mudah dipahami dan asyik untuk dibaca, tak berbelit belit dan rumit, membuat aku ingin segera menyelesaikan novel itu saat membacanya karena rasa ingin tahu yang selalu muncul. Hanya saja sayangnya seperti gaya Amerika yang lain, endingnya selalu saja happy ending. Hem.... yah, mungkin bagus juga untuk menyenangkan pembaca, meski kadang hidup nggak selalu semudah itu untuk happy ending. Tapi mengesampingkan masalah itu, novel ini sangat layak untuk dibaca ^_^

Betapa...

Semalam status seorang teman mengabarkan tentang adiknya yang meninggal dalam kemudaan (aku ikut berduka teman..). Lalu tanpa diduga, tadi pagi saat mobil jemputan sekolah Ditya datang, Pak Sopirnya mengabarkan berita duka "Ibunya R meninggal ya bu... yang dulu jemputannya bareng Ditya, rumahnya di depan sana...". Innalillahi wa inailaihi rojiun... Sungguh sangat kaget! Memang aku nggak mengenalnya dengan baik, hanya satu kali interaksiku dengannya, itupun lewat telepon beberapa bulan lalu karena urusan anak. Aku bahkan tak tahu seperti apa wajahnya. Tapi kesedihan itu tiba-tiba menyergap diriku, seolah aku telah lama mengenalnya. Yang langsung terlintas di pikiranku adalah nasib anak-anaknya yang masih kecil, anak keduanya seusia Ditya, kalau nggak salah masih ada adiknya lagi yang balita. Siapa yang akan jadi tumpuan kasih sayang mereka, siapa yang akan mengurus mereka sehari-hari, bagaimana sedihnya mereka kehilangan seorang ibu, apa yang akan terjadi pada anak-anak itu. Rasanya air mata ini akan segera menetes seandainya tak kualihkan pikiran ke hal lain. Betapa usia manusia tak ada seorang pun yang tahu, betapa manusia hanya bisa membuat rencana- rencana tapi Allah juga lah yang menentukan panjang pendeknya hidup seorang manusia.
Aku jadi teringat almarhumah tanteku, yang meninggal di usia muda, meninggalkan 3 orang anak, yang bungsu saat itu berusia 1 tahun (alhamdulillah sekarang mereka telah tumbuh dewasa). Betapa sedihnya saat itu aku melihat mereka, tiba-tiba kasih sayang mamanya hilang, betapa terkaget-kaget jiwanya. Memang semua telah ditakdirkan oleh Allah, tapi tetap saja sebagai manusia kita selalu kaget dan pilu mendengar suatu kabar kematian.
Mungkin memang benar kata-kata yang sering kudengar, tebarlah kebaikan semasa hidup jadi saat meninggal nanti kita tak akan menyesal. YA, berbagi kebaikan, berbagi senyuman, melakukan yang terbaik untuk orang orang tercinta meskipun hanya hal kecil, tak menunda nunda rencana... YA, hal-hal kecil untuk orang-orang tercinta yang terkadang tak terlalu kita pikirkan tapi mungkin bisa menimbulkan sesal mendalam. Seperti misalnya sekedar menelepon orang tua yang tinggal jauh dari kita (yang pasti selalu dan selalu merindukan kita, anak-anaknya), bermain bersama anak, memasak untuk keluarga, menyanyi menari bersama anak, menelepon teman dekat yang berulang tahun, bercengkerama bersama kakak adek, dan sebagainya dan sebagainya yang pasti daftarnya akan sangat banyak...

Selamat berbagi bersama orang-orang tercinta selagi masih ada umur, kekuatan dan kemampuan ^o^